Jakarta, Goodcar.id - Setelah resmi merilis sedan listrik SU7 di China pada Maret 2024, Xiaomi mulai mempersiapkan ekspansi mobil listriknya ke pasar global. Indonesia disebut sebagai salah satu target utama, meskipun jadwal peluncurannya di Tanah Air masih belum ditentukan.
Konfirmasi tersebut datang dari Presiden Xiaomi Group International, Daniel Desjarlais, dalam ajang Mobile World Congress (MWC) 2024 di Barcelona. Ia menyatakan bahwa Xiaomi akan memperluas distribusi mobil listriknya secara internasional mulai tahun 2027, dengan fokus awal di China untuk memastikan kualitas dan kapasitas produksi.
"Target global kami adalah 2027. Kami ingin memastikan semua standar kualitas dan pelayanan bisa setara dengan ekspektasi pasar luar negeri," ujar Daniel.
Sinyal kuat juga datang dari dalam negeri. Country Director Xiaomi Indonesia, Wentao Zhao, menyebut bahwa Indonesia merupakan pasar yang sangat menarik untuk pengembangan lini kendaraan listrik Xiaomi.
“Pasar Indonesia sangat menarik bagi Xiaomi. Kami terus melakukan studi mendalam, termasuk kesiapan infrastruktur, regulasi, dan minat konsumen terhadap EV. Tentu kami ingin membawa SU7 ke Indonesia,” ujar Wentao dalam wawancara dengan Antara.
Namun, ia menegaskan belum ada tanggal pasti kapan mobil listrik Xiaomi akan resmi dijual di Indonesia. “Kami belum bisa mengonfirmasi tanggalnya, tetapi kami bisa pastikan Xiaomi sedang serius mempertimbangkan pasar Indonesia dalam roadmap global kami,” lanjutnya.
Xiaomi SU7 merupakan debut ambisius Xiaomi di dunia otomotif. Mobil ini hadir dalam beberapa varian, termasuk SU7 Standard, Pro, Max, dan Ultra. Varian tertinggi SU7 Max mampu berakselerasi dari 0–100 km/jam dalam waktu 2,78 detik dan memiliki jarak tempuh hingga 800 km (standar CLTC). Selain itu, SU7 mengusung sistem operasi HyperOS yang terintegrasi dengan ekosistem gadget Xiaomi.
Di pasar China, SU7 dipasarkan mulai dari 215.900 yuan atau sekitar Rp470 jutaan, sementara versi Max tembus Rp740 juta. Jika masuk ke Indonesia, SU7 berpotensi menjadi pesaing serius bagi Tesla Model 3, Hyundai Ioniq 6, hingga BYD Seal.
Meski antusiasme terhadap SU7 cukup tinggi, Xiaomi masih harus mempertimbangkan beberapa faktor sebelum masuk ke pasar Indonesia. Infrastruktur charging yang belum merata, regulasi kendaraan listrik, serta dinamika harga menjadi tantangan tersendiri.
Namun, dengan meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap mobil listrik dari merek non-tradisional seperti Wuling dan BYD, peluang Xiaomi untuk sukses di Indonesia semakin terbuka lebar.
Untuk saat ini, publik Indonesia masih harus bersabar. Tapi satu hal yang pasti: Xiaomi tak lagi sekadar produsen smartphone. Lewat SU7, mereka mulai menancapkan pengaruh di industri otomotif global—dan Indonesia masuk dalam peta jalan mereka.